Senin, 27 Juni 2011

Coretan Ujian..


Selembar kertas tak cukup untuk dituliskan untuk sebuah arti ujian karena sudah sedari dahulu kita diperkenalkan dengan ujian, baik itu dalam bentuk tertulis ataupun dalam bentuk tak tertulis. ujian sangat akrab dengan kehidupan kita bahkan sampai-sampai tak menyadari kalau kita sedang dalam sebuah ujian. Tak bisa dipungkiri bahwa " sebaik-baiknya hari adalah hari yang memberikan tambahan kesabaran kepada kita, hari yang membukakan pemahaman kebenaran kepada kita, hari dimana kita bisa mencegah diri agar tidak tenggelam dalam dosa dan hari yang memberikan kita tekad yang kuat dalam ridhoNya". Sangat gampang untuk diucapkan namun sangat sulit untuk direalisasikan dalam kehidupan.
Menapaki jalan hidup ini butuh sebuah bekal kesabaran tak hanya suplemen jasmani juga suplemen hati, berlikunya jalan dengan medan yang sulit, membuat jiwa yang kering akan berpikir ulang untuk tak meneruskan perjalanan namun sang pendaki sejati pantang menyerah sebelum sampai puncak, kelezatan pendakian akan ia jumpai setelah menyaksikan sendiri keindahan ciptaan Illahi, pemandangan alam yang menakjubkan. Satu tapakan seolah sangat sulit sekali, ada batu besar yang menghambat langkah. Sekali lagi ujian adalah untuk menguji kesabaran pikiran, kesabaran jiwa, kesabaran hati dan kesabaran iman. Kita sangat sering mengeluh atas ujian yang dihadapi, padahal ada sebuah proyek besar yang akan diciptakan, kita masih saja menyalahkan takdir kehidupan kita yang memberikan banyak ujian, padahal kita telah dijanjikan untuk menaiki kelas jika mampu memenangkan ujian ini, ujian yang kadang sulit untuk dilogikakan dengan pikiran karena ia bukanlah sebuah hitung-hitungan yang biasa kita pelajari, ia sebuah aljabar kehidupan.
Mendengar banyak nasehat dari orang-orang yang lebih banyak ujiannya serasa membawa kita bersyukur akan ada ujian karena janji Allah SWT telah jelas, " Setelah kesulitan akan ada kemudahan". Maka sudah sepantasnya lah kita untuk tidak mengeluh karena mengeluh tak menyelesaikan masalah, hanya sebuah pelaksanaan ujian lah untuk bisa menuntaskan sebuah ujian. Untuk hasilnya didukung oleh kesiapan dan proses yang baik.
Sekarang marilah hapus segala kegelisahan, kesedihan dan ketidakpercayaan dengan sebuah senyum kesyukuran kepada yang memberikan ujian sebab kalaulah bukan karena ujian, kita tak akan pernah naik kelas, kita tak akan pernah lebih bersyukur, kita tak akan pernah naik prediket dan kita tak akan pernah menyadari untuk apa kita hidup di dunia ini?"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku" (QS: Az-Zariyat:56)."
Mari kita kepalkan tangan dengan azaam yang kuat untuk terus menjadikan ujian sebagai sebuah proses untuk menjadi manusia yang selalu berprasangka baik kepada yang menciptakan kita. Bersyukurlah selalu karena itu hal termudah yang bisa dilakukan untuk menjalani sebuah ujian, terlebih lagi untuk sebuah ujian keimanan kita.
Lembaran-lembaran kertas itu sudah kucoba isi dengan coretan ujian kesabaran, coteran ujian kesyukuran, ujian keimanan, ujian kehidupan dan sangat banyak lagi ujian, satu persatu telah berisi semampu ku, walau kadang banyak air mata yang tertumpah, banyak hati yang terkesampingkan, banyak perasaan yang terlukai, banyak harapan yang belum tercapai, namun kesyukuran ku padaMu masih sangat utuh karena kembali ku menghisab diri bahwa ujian ku ini masih sangat jauh dari ujian para pejuang-pejuang kesabaran, masih sangat jauh dari ujian Asma' binti Abu Bakar Assiddiq saat mengantarkan bekal untuk ayahnya dan Baginda Rasulullah SAW saat Hijrah dikejar-kejar musuh kafir, masih sangat tak layak aku untuk bersedih karena kesedihan ku akan membuat ku tak bersyukur pada mu..
Selamanya teman, kita akan dihadapi oleh ujian-ujian itu selama itu pula kita bersyukur karena itu adalah proses didikan langsung dari Zat yang menciptakan kita..maka marilah tersenyum, hilangkan segala gundah dengan kembali menulis jawaban ujian itu di kertas yang telah disediakan panitia yakni panitia tunggal Allah SWT.."Selamat Ujian".."Semoga Sukses"..kata-kata itu yang sering kita baca , maka mengapa harus menangis ketika di tengah ujian sedangkan kita sudah punya bekal, kalaupun belum lengkap, kita punya potensi itu..Wallahu'alam..

Pohon dan Kelinci..


Sudah lama tak bergabung ikut bermain-main dengan anak muda, bermain untuk melepaskan segala kesibukan dan kelapangan yang tak berarti, cukuplah menjadikan jiwa yang kering menjadi sedikit basah karena memang lintasan yang dilewati adalah panjangnya aliran sungai sepanjang jauh pikiran ku jauh kesana sampai ujung muara sungai, tak bertepi namun punya sebuah oase ketenangan jiwa dalam nuansa alam yang sunyi dari kejenuhan dunia tak bermakna.
Perlahan-lahan terdengar aliran sungai yang sangat lembut sekali, air terus mengalir tak deras, sepanjang jalan ku lihat deretan pohon-pohon yang seolah ikut bersedih ketika ku sentuh. Ada sangat banyak kegembiraan yang seharusnya ada di hati ku namun tidaklah semikian adanya. Ketika kehadiran ku seharusnya memberi arti besar untuk jiwa. Tidak..tidak..aku bahagia ketika ku saksikan pohon dan kelinci sangatlah berdamai di alam, kelinci bersembunyi di balik rindangnya pohon, sedangkan pohon bergembira seketika dimainkan oleh kelinci. Seolah segala dukanya hilang berubah menjadi alam yang bahagia.
Alam tidaklah untuk disalahkan namun banyak lingkungan yang bisa mengajarkan kita akan kedamaian, ketenangan, belelnggu jiwa seakan lepas, segala beban musnah terbawa aliran sungai yang tenang, menentramkan. Tapi tidak..teman..aku masih terpenjara dalam dua sisi yang menjepitku, semua mulut mengarah ke telinga ku, memuat mata ku berlinang, hati ku tak tenang, tidak..tidak..teman ini bukan aku namun ia adalah pohon dan kelinci yang sedang asyik bermain sembunyi-sembunyi an. Aku terpekur dalam diam yang belum ada ujungnya, sampai kapan?hanya usaha dan do'a, tekad ku teruslah berdamai wahai pohon dan kelinci karena mainan mu sungguh lincah..tak apalah sedikit berandai menghilangkan segala himpitan ini, karena himpitan ini akan kuselesaikan, pasti bisa dengan tidak membebani orang lain, karena mereka telah sangat baik bagi ku..sangat baik sekali, sebaik pohon untuk kelinci kecil yang baru pandai bermain..

Baik itu Beda Pandangan..


Tertindas..sudah pasti semua orang tak menginginkan namun tertindas ada baiknya bagi sebagian orang yang mulai menilai ada kebaikan disana. Kontradiktif sekali untuk batin ini kalau memang ada orang yang memaknai ketertindasa ada unsur baiknya. Tidak..tidak..saya memang belum baik, sangat masih jauh dari baik karena baik bagi saya belumlah menyeluruh, masih memandang tak baik sesuatu yang baik bagi orang lain karena sudut pandang yang berbeda. Saya melihat dari sudut pandang yang berseberangan dengan susut pandang yang dilihat oleh orang lain.
Tidaklah mengapa jika kita berbeda pandangan untuk hal yang memang kita berbeda.Akan jadi aneh jika kita satua arah namun ternyata masih saja memandang buruk sesuatu yang baik. Sulit memang untuk menilai sesuatu namun yakinlah kita, tidak menuntut penilaian manusia karena penilaian Allah SWT jauh lebih kekal. Penilaian manusia akan membuat batas gerak iman terhenti saat manusia menilainya tak baik.
Baik itu beda pandangan namun bagi Allah tetap tak ada perbedaan kecuali Taqwa..disini kata kuncinya haruskah kita larut dalam perbedaan pandangan sedangkan satu hal prinsip dalam bathin kita tak terurus. Tetaplah sebuah kebaikan dinilai berbeda oleh setiap orang karena baik itu hanyalah milik Allah SWT. Masih sangat sayang Sang Pencipta dengan hambanya karena jika semua 'aib kita dibukakan, kita tak akan sanggup berjalan di muka bumi ini apalagi untuk memberi penilaian terhadap sebuah kebaikan, cukuplah Allah yang menilai karena selamanya Dia lah yang tahu pandangan terbaik.. Wallahu'alam..karena dunia hanyalah permainan dan senda gurauan..
Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu liat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari allah serta keridaanNya. dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan palsu.(QS. Al-hadid: 20)

Jeritan Pejabat Bangsa


Beberapa tahun, beberapa waktu, beberapa saat saya kembali menelaah sebuah paradigma yang akhir-akhir ini sering kita dengar di media, kisah klasik yang sering berulang, mengambil hak orang lain, ntah itu dari segi materi ataupun dari segi kebebasan bertindak. Apapun itu bentuknya tetaplah sebuah paradigma kejahatan yang tersistem.
Menyaksikan dan mendengar jeritan pejabat yang kata orang-orang sudah sangat kaya dan sejahtera, namun masih banyak yang mengeluh, inilah, itulah dan masih banyak lagi yang punya keterbatasan. Sekilas mendengar pejabat yang terbayang di benak kita adalah orang besar yang punya banyak impian sangat tinggi. Tidak..tidak..bukan itu saja, pejabat adalah orang yang kaya hati, kaya jiwa dan kaya toleransi untuk kebaikan. Sekarang mari kita pikir ulang lagi, banyak orang berbondong-bondong ke kota metropolitan, mulai dari yang tak punya tempat tinggal sampai yang punya banyak rumah, sehingga jika dihitung kamar di rumah sudah sangat berlebih sehingga banyak kamar dan perabot rumah hanya sebagai barang pajangan akibat tak pernah di gunakan. Sungguh ironis realita di negeri ini.
Tenang..tenang..saya bukan sedang membandingkan namun inilah yang terjadi di negeri yang katanya sudah sejahtera. Belum sejahtera, buktinya masih banyak pejabat pun yang menjerit kalau ia belum sejahtera. Pejabat saja belum bahagia, bagaimana dengan orang biasa yang tak punya apa-apa?Baiklah teman, kita sedang belajar menilai dan mengambil sesuatu yang menjadi hak kita dan kita tidak diajarkan untuk menjadi orang yang menindas orang lain. Pernah lihat film My Name Is Khan?..Ada sedikit yang bisa kita ambil hikmahnya..perkataan seorang ibu pada anaknya.."di dunia ini hanya ada orang baik dan jahat". Nah..kita mau jadi yang mana?Baik dan jahat sangat luas penjabarannya, sangat luas sehingga jika pun dijabarkan intinya tetaplah sebuah kebaikan serta kebenaran dan kejahatan itu adalah sebuah kesalahan. Sehingga jika ada orang baik yang menjerit maka ia bukanlah orang yang baik karena orang baik adalah orang yang melihat sesuatu dari kacamata kebaikan. Kebaikan ini akan berbanding lurus dengan keimanan. Pejabat yang baik adalah yang bisa menempatkan sebuah porsi kebenaran pada tempatnya. Sehingga kejahatan tidaklah menjadi kesenangan yang tersembunyi karena ia tidak hanya bisa dilakukan akibat kekurangan namun kadang kala karena kesempatan jahat yang diberikan pada dirinya.
Kita sedang dididik menjadi orang yang baik sekalipun dari dulunya agama kita mengajarkan bahwa menjadi baik akan selamanya dihalangi oleh keburukan yang membuat kita ragu..tetapi teman, ketika kita bisa memilih kebaikan diantara banyak keburukan itulah yang jauh lebih baik..
Semoga saja tak banyak lagi pejabat bangsa yang menjerit karena sesungguhnya kaya itu di hati, kaya itu di jiwa dan ketenangan ada di iman masing-masing..Sudah pantaskah setiap pejabat mengeluh karena sesungguhnya yang harus mengeluh adalah miskin yang untuk makan sehari saja harus banting tulang..Tidak..tidak..saya tidak membandingkan namun inilah nyatanya. Sekarang kita dididik untuk melihat kesekeliling, sudahkah kita bersyukur atau sebaliknya?
Tulisan ini hanyalah sebagai refleksi sebuah jeritan yang sering kita dengar di media namun media tak seutuhnya benar karena benar itu adalah baik sehingga baik adalah seperti yang saya uraikan di atas..Semoga saja ini sebagai bagian muhasabah dan renungan untuk diri kita sendiri, selajutnya teruslah menjadi baik karena ia membersamai kebenaran..jika sudah baik dan benar, tak ada lagi kita dengar jeritan..

Menyusun Hidup..

Sudah lama tak singgah ke ruangan ini karena banyak ruangan lain yang perlu disinggahi atau mungkin karena tak punya cara untuk menyusun kata-kata..barangkali saja sedang berusaha menyusun hidup..yang terdiri dari dua suku kata, susun dan hidup.
Kabut masih saja menyelimuti dingin di pagi menjelang sepenggal matahari naik, jalan-jalan belum penuh dengan susunan pengguna kendaraan bermesin..di pinggir jalan tertata rapi susunan batu bata pembuat rumah, susunan yang jika kembali kita telaah, satu saja yang tersingkirkan maka ia akan runtuh, berusaha mengatur satu persatu batu..
Seorang Bapak tua sepagi ini telah memulai menyusun hidupnya, menyusun hidup untuk istri, anak dan keluarga lainnya, menyusun bahan-bahan pembuat batu untuk kemudian kembali di susun jika batu telah selesai dicetak, kemudian menyusun waktu untuk menyusun kegiatan berikutnya. Ku perhatikan, susunan batu yang rapi untuk menyusun banyak kediaman hidup masyarakat, tak ada batu maka tak tersusun rumah hidup kita. Pernahkah kita sesekali menyusun hidup kita dengan mengitari sekeliling dinding rumah kita? Saya yakin jawabannya pasti sudah, namun pernahkah kita mengelilingi rumah sambil berpikir bahwa ada susunan batu di dinding tersebut sehingga kita bisa dengan tenang juga menyusun hidup kita seperti susunan partikel yang ada di alam, semuanya tersusun tak ada yang beridir sendiri.
Tak jauh diperjalanan selintas ku lihat susunan kerupuk yang telah dibungkus dengan plastik, terletak bersusun di atas motor pemilik penjual kerupuk untuk di jual ke pemilik warung harian. Kerupuk yang disusun di bangku bagian belakang sepeda motor, rapi dan susunan itu juga mengikuti susunan irama hidup manusia. Sepagi ini ia telah menyusun hidupnya untuk keluarga dengan menyusun waktu, warung di sepanjang jalan belum banyak yang buka sehingga ia hanya meletakkan dua susunan kerupuk di meja depan pintu masuk warung. Menyusun menyoal keberkahan pagi, tetap saja ia sebuah susunan, susunan hidup kita seperti susunan kerupuk di dlam plastik, apabila tak baik susunannya maka akan pecah dan nilai jualnya akan menurun..Yah susunan hidup kita sedang dipertanyakan , apakah ia sudah baik, buruk atau malah kita tak berani menyusun hidup sendiri karena takut tak berhasil menyusunnya?
Berjalan sedikit lagi, kita temukan ibu-ibu tua sedang berjalan di pematang sawah, kembali ia menyusun hidup dengan cara mengatur besar kecilnya air yang masuk ke sawah yang sudah ditanami padi, tetap saja sebuah proses penyusunan, waktu pagi yang berlimpah berkah, serta susunan materi yang hendak dicapai untuk mengisi kampung tengah (perut) anak-anaknya. Menyusun hari-hari dengan kecintaan sekalipun kaki dan tangan telah penuh lumpur sawah tetapi masih saja ada susunan bahagia dan bangga dari mereka. Susunan keikhlasan yang tak pernah berujung kedengkian atas kemewahan para pemimpin negeri ini. Hanya ada susunan jerih payah untuk berbuat yang terbaik di pagi ini, pagi selanjutnya serta hari-hari berikut saat waktu masih diberikan untuk menyusun hidup mereka.
Tetap saja akan banyak kita temukan di alam ini berbagai susunan untuk mengumpulkan susunan kehidupan. Seorang kakek tua dengan rambut sudah menyeluruh putih, duduk di depan rumah tepi jalan raya sambil menghadap ke matahari pagi, berpanas yang mengandung sinar ultraviolet , tetap saja ia sedang menyusun hidupnya dengan sebuah arti kesehatan, arti sebuah tua agar tetap sehat menyusun hari-harinya. Selempang sarung di pundak serta tak lupa sambil memijit bagian kaki yang sakit dengan sesekali menatap ke jalanan, tetap saja ia berusaha menyusun senyumnya walau gigi satu persatu sudah mulai meninggalkan posisinya, walau kulit sudah mulai tak bersinar sehingga perlu disinari dengan sinar matahari pagi, tetap saja ini sebuah susunan hidup karena senyum adalah ibadah, karena sehat adalah nikmat serta menjaga kesehatan adalah menyusn hidup untuk tetap bisa beribadah pada Sang Pencipta..
Sangat banyak susunan yang akan kita temukan dijalan, dimana saja menyoal susunan hidup, apa saja itu..darat, laut, udara, tetaplah ia sebuah susunan..Susunan partikel alam, pepohonan, gas serta semuanya yang bisa kita lihat dan tak terlihat, telah menyatu ia dalam bentuk susunan..nan apabila kita bisa renungi akan sangat banyak yang bisa kita ambilhikmahnya ..sangat banyak sekali..karena aku bukanlah orang yang mampu menyusun kata-kata agar mampu engkau terjemahkan namun kita akan sama-sama belajar menyusun hidup ini dengan ribuan hikmah yang sangat banyak dapat kita temukan.. Selamat berlayar dalam susunan hidup yang bervariasi termasuk aku yang juga sedang belajar berjalan menyusun hidupku..semoga saja kita tak berhenti di satu susunan karena susunan yang tinggi akan lebih banyak goncangan sehingga perlu pondasi yang kuat di awal, menjaga susunan untuk terisi penuh sangatlah sulit karena satu saja susunan yang terangkat, ia akan kembali roboh atau jikpun tak roboh, tetap saja susunannya akan tak kuat sehingga suatu waktu ia juga akan lemah..maka mari kita susun hidup ini dengan susunan yang penuh arti karena hidup hanyalah sekali untuk menyusun kehidupan yang lebih berarti esoknya..

Jumat, 06 Mei 2011

Mendidik diri..

Kalau kita pernah ditanya oleh seseorang, pernahkah anda berjalan di atas jutaan duri yang sangat tajam tanpa memakai alas kaki sedikit

pun?Sebelum menjawab mungkin kita akan bergedik ngeri membayangkan kaki-kaki kita tertusuk banyak sekali duri yang menempel. Lalu akan terlontar dari sebagian orang, "saya hanya pernah tertusuk satu duri saja, itupun hanya duri kecil yang tak terlalu menyakitkan.

Syukurlah memang jika kita belum pernah terinjak duri yang sangat banyak karena sangat menyakitkan. Dan bersyukurlah kita kalau belum pernah terinjak duri sama sekali. Sekarang bukanlah saya mempermasalahkan ada duri atau tidaknya. Namun, saya hanya sedang mendidik diri ini bahwa sekali-kali kita perlu dirasakan sedikit sakit tertusuk duri kehidupan agar kelak kita rasakan susahnya sebuah perjalanan, sekali-kali kita butuh juga suntikan duri dari segala sisi agar terasa bagaimana rasanya komitmen dalam berbuat. Sesekali kita butuh juga cubitan kehidupan agar kita rasakan bahwa hidup tak hanya sekehendak kita. Yah..inilah yang ingin saya sampaikan untuk mendidik diri ini. Mendidik diri yang masih sangat butuh didikan. Apalagi terasa saat duri-duri itu ada di seluruh tubuh ini. Saya sedang menyiapkan imun-imun itu dari dalam diri ini agar satu-satu terlepas juga ia..

gambar: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=900615&page=51

Dunia Imajiner..



Terbang menuju lintasan semu mengejar semua kesenangan yang tak abadi, kemudian sibuk hilir mudik mempertontonkan kesia-sia an dengan semua kemewahan, tak lah bisa ku terima dengan akal dan hati ini. Walau tarikan kutubnya sungguh kuat karena ada perbedaan jenis yang sangat berlawanan, seperti dua kutub magnet yang Utara dan Selatan saling tarik menarik.

Kutub kemewahan tanpa batas dengan segala variasi duniawi yang hambar tak berenergi, kutub-kutub itu telah kiat kuat sampai sangat susah melepaskannya. Tapi bagi ku tetaplah sebuah dunia imajiner tak punya warna. Hanya hitam dan putih, bagi mereka ntah lah..hanya dunia imajiner yang sangat tak bermanfaat.

Refleksi pantulan alami manusiawi yang seakan telah terkikirs sebuah asa ketenangan, asa kebahagiaan, asa kemanfaatan, pertama dan seterusnya tetaplah yang kupandangi ini hanya sebuah dunia imajiner namun terjadi..

Kamis, 05 Mei 2011

Bahagiakah?

Sebuah perjalanan tak kan pernah habis selama nyawa masih di badan, kebahagiaan yang seperti apakah yang hendak kita inginkan?Aku masih terpekur lama sekali, meresapi arti bahagia itu, ntah aku meragukan kebahagiaan atau malah aku lupa kapan aku terakhir kali bisa tertawa lepas, kapan aku bisa tersenyum penuh hangat?

Itu setidaknya kata-kata yang terucap untuk mengukur sebuah rasa bahagia, bahagia hanya bisa dirasakan saat kita tak lagi bahagia, atau kita sudah lupa bagaimana yang bahagia itu. Campur aduk sudah jika tak bisa merefleksikannya. Bisa jadi sebuah kebahagiaan tak pernah kita dapatkan jika kita tak pernah membangun sebuah impian kebagiaan itu. Saya teringat sebuah kata-kata dari seorang penulis Zohra Sarwari, MBA "Jika anda belajar dari setiap pengalaman, Anda sedang bergerak menuju kesuksesan"..Yup..terjawab sudah, kadang kita lupa mempelajari setiap pengalaman, bahkan untuk pengalaman kita sendiri, lupa juga untuk kilas balis, sehingga kadangkala kesalahan terlakukan lebih dari dua kali. Tidaklah untuk belajar dari pengalaman orang lain, kita hanya habis memikirkan bahagia itu, namun tak ada aksinya. Saya sedang tak banyak berpikir namun kita semua dihadapkan akan sebuah realita bahwa kita ingin sekali bahagia, tapi belum jua sampai pada kebahagiaan disebabkan kita belum punya cara untuk raih bahagia, kita punya jalan tapi tak punya cara. Kapan bahagianya?kita bergerak saja untuk sebuah kesuksesan sembari mengejar mimpi yang sudah ada..

(Gambar:aku ambil saat magrib menjelang di jalan menuju kota ku, saat aku menggoreskan banyak impian dalam memoriku, saat pikiran ku beradu dengan cahaya rona merah yang ditangkap bayangan di bawahnya..indah bagi ku..namun belum bahagia..bahagia?)

Selasa, 03 Mei 2011

Berbagi Mimpi..

Satu potong roti itu masih saja terbungkus dengan plastik bening yang rapi, lelaki tua yang berdiri di ujung jalan ini masih sibuk memperhatikan setiap orang yang lewat di trotoar sebelah halte tersebut. Aku tepat duduk tepat sejajar di ujung jalan sebelah sana. Kadang aku suka sedikit mencari sesuatu yang membuat ku bisa sedikit mengambil hikmah disetiap perjalanan ini. Panas daerah kota yang membuat peluh para pengguna jalan sudah mulai menetes dari kening mereka, banyak ibu-ibu muda menggunakan payung sepagai pelindung dari panas terik siang menjelang sore kali ini. Aku masih saja duduk di halte menunggu jemputan datang, bukan jemputan tepatnya namun keluarga ku yang kebetulan lewat disana sehingga jadilah aku siap untuk menunggu barang sejam karena sekalian ada keperluan yang akan diurus.
Lelaki tua itu masih saja mengamati setiap mengunjung jalan yang bagi ku ternyata mengundang rasa ingin menyapa sang lelali tua. Bisalah jika hanya untuk berbicara sebentar. Ku ayunkah langkah menuju lelaki tua yang tepatnya seumuran kakek ku, ku sapa dengan sopan sambil ku ambil posisi duduk tak jauh darinya. Dengan hangat ia sambut sapaan ku, serta merta dari mulutnya langsung keluar banyak kata-kata, sehingga aku dengan setia harus medengarkannya. Beliau berkata-kata tentang sebuah mimpi, mimpi yang terus mengalir dari ucapannya seraya binar mata yang tak lepas dari sorot mata tajamnya.

" Mimpi yang bagi ku seperti cahaya dalam malam,
seperti bungkusan roti ini ini yang akan ku serahkan pada cucu ku,
seperti cinta ku yang tak akan pernah pupus untuk sebuah harapan,
seperti kegigihan ku untuk tetap menjaga kesehatan ku,
seperti kecintaan ku pada pemilik tubuh ku ini,
Aku yang tua dengan sejuta mimpi,
seperti kegigihan umar untuk selalu membahagiakan rakyatnya,
walau aku bukanlah manusia hebat,
hanya seorang tua yang punya mimpi besar,
mimpi yang sangat dalam,
sedalam kasih Allah pada hambanya,
sedalam indahnya dasar samudra,
Aku hanyalah tua yang punya mimpi itu,
karena sebagian mimpi telah ku raih,
mimpi-mimpi keduniaan ku,
semuanya telah ku dapatkan,
dan kini aku punya mimpi akhirat untuk mencium wangi surgaMu..
dan untuk selamanya menetap di surgaMu.."

Aku masih saja setia mendengar kata-kata dari mulutnya dan selajutnya dia terus bercerita dengan penuh semangatnya walau renta telah di ujung waktunya. Bagi ku cukuplah membuktikan bahwa kita punya mimpi untuk terus mewujudkan mimpi-mimpi itu menjadi nyata dan bersinar terang..

Minggu, 01 Mei 2011

Idealisme tanggung jawab..

Berpikir rasional kadang membuat kita lupa memikirkan sesuatu hal, perlu juga memang itu berpikir kembali bahwa sebuah idealisme tanggung jawab tak hanya bisa diucapkan dengan kata-kata, perlu realisasi yang mendalam akan sebuah kenyataan. Tanggung jawab disini tak hanya sebatas sebuah amanah, ada banyak tanggung jawab, seperti untuk mengatakan "ya"atau "tidak" tanpa kita sadari banyak sekali tanggung jawabnya. 

Tanggung jawab misalnya, ketika berpacu dengan waktu untuk mengutamakan sebuah rasa tanggung jawab tetapi kadangkala ada beberapa dari kita mengabaikan arti tanggung jawab, ibarat sebuah diskusi, jika hanya dilakukan oleh satu orang bukanlah diskusi namanya, begitu juga waktu, jika hanya tanggung jawab tanpa realisasi ia hanya sebuah dedikasi tanpa makna. 

Sulit memang untuk memurnikan sebuah tanggung jawab yang seutuhnya karena ketika satu pihak berusaha untuk bertanggung jawab penuh namun satu pihak lagi atau lebih malah menganggap remeh sebuah tanggung jawab, misal sebuah tanggung jawab moral seorang orang tua terhadap anaknya, terkesan sederhana namun sangat dalam maknanya. Misal, dalam hadits jelas sekali, jika anak telah berumur tujuh tahun maka suruhlah sholat, jika suda umur sepuluh tahun, jika ia tidak sholat maka pukullah, jelas sekali bukan. Tetapi banyak orang tua kita saksikan tak peduli akan sebuah tanggung jawab moral ini, tak tega untuk memerintahkan anak sholat, sudah dewasa malah tambah sulit untuk menjalankannya. Sebuah tanggung jawab yang sangat gampang dikatakan namun sulit untuk direalisasikan. Yah..semoga saja karena semua muara tanggung jawab akan berakhir sebuah reaksi..

Kamis, 28 April 2011

Kurangkah tanggung jawab orang tua?





Pagi menjelang siang pengunjung sidang masih sangat ramai sekali, menunjukkan setidaknya masih tingginya tingkat kriminal untuk daerah yang masih jauh dari perkotaan, belum bisa dikatakan kota besar. Hanya kabupaten yang sudah mulai terintergrasi dengan kemodernisasian. Perkembangan masyarakat yang ditandai dengan mulai meningkatnya tingkat kejahatan. Berbicara mengenai kejahatan, terus terang saya kurang suka dengan kosakata kejahatan, karena mungkin kejahatan lebih identik dengan sesuatu yang sangat sakral, maksudnya saya paling tidak suka dan saya pun yakin pada umumnya dari masyarakat juga beranggapan yang sama. Namun, masih sangat banyak saya lihat fokusnya anak remaja yang berada dalam ruang tahanan. Habis mendengar curhatan seorang ibu yang memiliki anak gadis tiga orang. Hidup dari keluarga yang kurang berkecukupan, hanya untuk makan dan sehari-hari saja. Ditakdirkan memiliki suami yang tak berprilaku baik, sangat tak baik, pemarah. pemabuk dan lain-lain yang buruk yang katanya kalau diceritakan selama tiga bulan baru selesai ceritanya. Berkerut juga kening saja melihatnya. 

Sudah dibesarkan anak gadis selama belasan tahun karena ekonomi semakin menipis, tiga bulan belakang ia serahkan anaknya bertiga kepada mantan suaminya tersebut namun apa yang bisa dikata, tiga orang anak tak jadi orang. Satu anak di suruh menikah di usia yang belum cukup alias paksaan. Satu anak tersangkut pemakai narkotika dan juga pengedar, satu anak ntah bagaimna lagi nasibnya yang jelas juga tak enak didengar. Tertahan sudah satu anak yang pengedar narkotika. Seraya tangisan dan kekokohan sang ibu. Sekarang yang saya tanyakan, kurangkah tanggung jawab orang tua?Sontak memang kita akan menjawab. Ya..karena orang tua sibuk dengan orang tua, anak sibuk dengan anak..prioritas ekonomi lebih dipentingkan dibandingkan prioritas mental sang anak. Prioritas materi lebih utama dari prioritas spritual. Sehingga jadilah yang seperti itu..hanya kita yang bisa menjawab, kira-kira kurangkah tanggung jawab orang tua?atau memang anaknya yang tak tahu balas jasa?atau lingkungan yang sudah tak semakin bersahabat?atau banyak yang tak peduli tentang semuanya?(gambar:istonly1717.wordpress.com)

Dibalik rasa keadilan..



Semua penjuru meneriakkan keadilan bahkan atas nama sebuah realita, sangat banyak lapisan, sangat banyak kalangan. Meneriakkan akan retorika keadilan yang bagi ku hanya sebuah klise peradapan, keadilan yang tak bisa seimbang ia bersifat relatif, mendudukkan yang seharusnya duduk dan membaringkan apa yang seharusnya terbaring, tak apalah ku ambil kosakata ini karena keadilan bagi ku bersifat abstrak namun dapat di tangkap. Ia akan sejalan dengan yang namanya kebenaran tapi tak lah mutlak. Aku berbicara dalam tataran pandangan ku, pandangan yang masih sangat jauh dari kesempurnaan, sangat jauh sekali karena ilmunya juga sangat sedikit. Tapi tak apalah sedikit ku keluarkan apa yang terasa dalam pikiran ku ini agar ia bisa sedikit membuat rongga kelegaan di batin ku ini.

Tak akan gundah sebenarnya setiap orang jika adil memang terletak pada tempatnya, jika tak mau memikirkan sebenarnya bisa namun sudilah kiranya kita disaat semua orang tak merasakan keadilan termasuk sebenarnya kita, sangat banyak jika ditelusuri sesuatu yang membuat kita berkata, "apa ini yang namanya keadilan?"..Ah..tidaklah bagi ku sebenarnya namun ia terus terpikir di jiwa ini. Tak perlu rumit lah sebenarnya karena irama alam ini sudah jelas tinggal mengikutinya saja. Tapi apa boleh buat inilah adanya, sebuah retorika peradapan zaman yang masih saja banyak orang meneriakkan, "dimanakah keadilan itu?"..